Thursday, November 17, 2011

Cerpen 7 - Ayah yang Gagal

Siang itu ibu meneleponku. Telepon biasa saja, namun tiba-tiba ibu menyampaikan berita tak mengenakan. Dia bilang ayah akan bercerai lagi. Bercerai untuk kedua kalinya.

Apa-apaan dia? Tak cukupkah satu kegagalan dalam rumah tangganya? Apa pernah dia pikirkan nasib anak-anak hasil perceraiannya itu? Gila! Tak waras betul dia. Aku sungguh tak mengerti jalan pikirannya.

Bertahun lalu ia sudah meninggalkan keluarganya, ibuku, aku, dan seorang adik perempuan. Ibu tak mau melepaskannya dengan surat cerai hingga aku dan adikku lulus kuliah. Ibu ingin ia bertanggung jawab sebagai seorang ayah yang baik. Ibu selalu mengawasi keuangannya agar uang sekolah kami tak telat dibayar. Ibu memaksanya untuk selalu mengirimkan uang bulanan kami tepat waktu.

Ketika aku dan adikku lulus kuliah, ibu langsung berputar otak, mencari segala cara agar bisa membebaskan kami dari dia. Ibu menyelamatkan beberapa harta benda agar bisa kami gunakan kala dia meninggalkan kami. Ibu tak ingin kami hidup dalam keterpurukan ketika mereka bercerai. Ibu tak mau hasil kerja kerasnya diakui sebagai milik ayah, lalu diperebutkan oleh istri mudanya. Ibu memikirkan nasib kani setelah ditinggalkan ayah.

Tak lama kemudian ibu mengabarkan mereka akan bercerai. Proses itu sedang berlangsung. Semua kerabat mencoba mencegah proses itu, ibu mengabaikannya. Ibu tetap dengan keputusannya.

Tak ada seorang pun yang tahu bahwa sudah bertahun-tahun ibu tak tidur seranjang dengannya. Tak ada yang tahu bertahun-tahun ibu tak bertegur sapa lagi dengan ayah. Tak ada satu orang pun yang tahu ibu tak pernah bertemu ayah. Tak ada seorang pun yang tahu mereka berhubungan sebatas uang kiriman untukku dan adik. Tak ada yang tahu ayah sudah memiliki keluarga lain.

Ku tutup mata dan telingaku, aku tak ingin melihat maupun mendengar orang-orang itu menjelek-jelekan ibu. Mereka tak mengenal ibu sebaik aku. Aku tak melihat ada jalan keluar lain dari masalah ini. Ibu sudah bertahan cukup lama dengan ayah.

Lalu setelah perceraian itu ayah tinggal dengan istri mudanya, istri yang sudah memberikan dua orang anak padanya. Aku tak mau perduli lagi padanya, sama seperti dia yang tak mau perduli lagi padaku. Aku menghilang dari hadapannya perlahan-lahan. Aku tak mau menghubunginya lagi.

Dan kini, setelah enam tahun berlalu, kembali aku dengar berita menyedihkan itu. Cerita perih itu kembali diulangnya, hanya saja kali ini pada keluarga yang berbeda. Entah bagaimana nasib dua orang anak yang masih kecil-kecil dari istri mudanya.

Kali ini aku muak mendengar semua cerita tentangnya. Terlepas dari semua yang telah ia lakukan untukku, aku hanya akan mengakuinya sebagai ayahku. Tak lebih, tak kurang.

Aku tak ingin menjadi seperti dia, pecundang. Aku tak ingin keluarga yang hancur seperti yang pernah ia buat untuk kami.

Malam ini kembali aku berdoa pada Sang Pemberi Nyawa, mohon jadikan aku seorang suami dan ayah yang baik bagi keluargaku. Amin...

No comments:

Post a Comment