Tuesday, June 14, 2011

Permainan Masa Kecil

Mengamati beberapa sepupu kecil dan keponakan-keponakan yang sedang senang-senangnya bermain video game, saya jadi teringat masa kecil saya. Tinggal jauh dari kedua orang tua, dan "dipaksa" tinggal bersama seorang Oma, 2 orang om, serta 4 orang tante membuat saya merasa bahwa masa kecil saya lebih beragam ketimbang anak-anak lainnya. Saya diharuskan hidup lebih tegar dari kecil, tidak mudah menangis ketika jatuh atau dijahati oleh anak-anak lainnya. Saya "dipaksa" untuk hidup lebih mandiri dari kecil, karena tidak setiap saat Oma bisa menemani saya bermain & belajar. Namun bukan berarti bahwa Om maupun Tante saya tidak memperhatikan kebutuhan saya. Mereka memenuhi keinginan mewah seorang anak kecil di jaman dulu, yaitu sepeda.
Sepulang sekolah, saya berlekas makan siang lalu menonton televisi sejenak, dan ketika sore menjelang biasanya saya akan bersiap mengeluarkan sepeda kecil beroda 4 dan meng-gowes-nya keliling komplek perumahan yang sangat luas. Sesekali saya menghampiri anak-anak tetangga sebelah rumah untuk bersama saya meng-gowes sepedanya, & tak jarang juga mereka yang menghampiri rumah saya. Kami akan berteriak memanggil nama-nama mereka, & tak lama keluarlah sepeda-sepeda kecil itu. Kebanyakan dari mereka sudah bisa meng-gowes sepeda roda 2 dan sepedanya lebih tinggi dan besar dari milik saya. Berkeliling komplek dari pukul 4 sore hingga beduk maghrib mengundang shalat, bersenda gurau, sambil sesekali beristirahat di pohon-pohon besar yang tertanam di taman-taman dengan menikmati tiupan angin sore, rasanya sungguh kenikmatan yang susah didapat sekarang ini.
Ketika kaki ini mulai lelah meng-gowes pedal sepeda itu, kami akan berhenti di suatu lapangan bermain & mulai memainkan permainan lainnya, seperti lompat karet, 'tak benteng, 'tak umpet, 'tak jongkok (entah mengapa semua permainan itu dimulai dengan kata 'tak), perosotan, panjat tangga, atau sekedar berlari-lari saja di lapangan itu sampai akhirnya bedug maghrib berkumandang dan para orang tua menghampiri, berteriak memanggil kami semua untuk masuk ke dalam rumah.
Seingat saya, saya pernah terjatuh dan kaki saya penuh luka karena roda bantuan di samping belakang sepeda saya mulai bengkok dan aus lalu patah ketika saya paksakan ia untuk terus berlari mengikuti keinginan saya. Tanpa saya sadari ternyata roda tersebut tak mampu lagi mengikuti kemauan saya, lalu terhempas dan membuat sepeda tersebut oleng kemudian saya pun terjatuh dengan kaki menghantam aspal. Terpaksa saya berjalan kaki dengan menuntun sepeda itu sampai ke rumah, memohon ke Oma agar memperbaiki sepeda tersebut. Namun bukannya keinginan saya itu dipenuhi oleh Oma, melainkan ia mencabut 2 roda samping belakang yang dimaksudkan untuk membantu saya tetap seimbang ketika meng-gowes sepeda itu. Saya terpaku sesaat, rasa takut berkeliaran di kepala, was-was mengikuti dibelakangnya, keringat mengalir deras, detak jantung berlari lebih cepat, dan sepeda itu dengan pongahnya berdiri di depan saya, seakan menantang adrenalin. Sesaat kemudian Oma berkata, "mainlah dengan sepedamu". Bagaimana mungkin saya bisa mengendarai sepeda tanpa ada roda bantuan di samping belakangnya? Beberapa teman sudah berteriak-teriak tak sabar di depan pagar, menantikan kehadiran saya yang sudah terlalu lama mematung memandangi sepeda itu. Akhirnya saya kuatkan juga hati ini untuk mengeluarkan sepeda itu dari pagar rumah dan mulai meng-gowes-nya perlahan, tertinggal jauh dari teman-teman lainnya yang sudah terbiasa meng-gowes sepeda roda 2. Berhati-hati sekali menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh dan luka kaki yang belum kering ini kembali menyerang aspal. Ah....ternyata saya bisa menyeimbangkannya, berusaha mengejar teman-teman lainnya di depan sana, tertawa bersama yang lainnya sambil dibelai angin sore, sungguh menyenangkan rasanya.
Pernah juga karena terlalu bersemangat bermain perosotan di taman, celana pendek yang saya pakai robek di bagian belakangnya. Sampai kemudian saya & teman-teman tertawa-tawa mendapati celana pendek kami semua robek di bagian yang sama. Pulang ke rumah, Oma mendapati celana saya robek dan bertanya-tanya, namun saya acuhkan, saya hanya pulang untuk berganti celana pendek dan bermain perosotan lagi untuk mendapati robekan di tempat yang sama, hingga kemudian pelototan mata Oma melarang saya untuk bermain di perosotan itu lagi. Tapi seorang anak kecil tetaplah anak-anak yang gemar bermain, saya akan pergi bermain perosotan itu tanpa sepengetahuan Oma, lalu mulai mencari cara dengan mengalasi bagian belakang dengan kardus bekas. Dan, hei...ternyata celana pendek itu tidak robek! Saya menemukan cara lain agar saya bisa tetap bersenang-senang tanpa perlu khawatir Oma akan memarahi saya karena pulang dengan celana pendek yang robek di belakangnya.
Hal-hal kecil dari permainan masa kecil itu membuat saya lebih mandiri karena ketika terjatuh harus berdiri sendiri & berjalan pulang sendiri dengan menahan rasa sakit itu karena kesalahan diri sendiri, lebih kreatif karena "dipaksa" untuk berpikir cepat dan pandai berkelit ketika bertemu dengan anak-anak kampung sebelah yang memaksa untuk memiliki sepeda saya, & lebih sehat karena saya bermain di alam & berlari bebas mengejar angin, daripada anak-anak jaman sekarang yang terkurung di depan tabung monitor televisi & komputer. Sibuk berkutat dengan dunia maya & video game, di dalam kamarnya masing-masing.
Bagaimana permainan masa kecilmu? Mari kita berbagi cerita agar anak-anak masa depan pun bisa merasakan serunya permainan masa kecil yang lebih menyehatkan.