Saturday, August 4, 2012

Metamorfosis

Saya punya seorang teman, kalau teman ini pantas disebut sebagai teman. Teman ini sering bercerita pada saya, atau lebih tepatnya mengeluh pada saya. Seringnya ia bercerita (baca: mengeluh) tentang kehidupan pribadinya atau pekerjaannya.

Pernah suatu kali dia bercerita (baca: mengeluh) bahwa dia terpaksa memusuhi seorang rekan kerja wanita demi memperebutkan seorang rekan kerja pria. Dan setelah permusuhan itu terjadi mereka berdua menyadari bahwa rekan kerja pria tersebut malah mentertawakan kebodohan mereka dan mencemoohnya, lalu memilih untuk menyukai rekan kerja wanita yang lain. Akhirnya teman saya tadi malah merasa bersalah telah memusuhi rekan kerjanya sendiri tapi gengsi untuk mengajaknya berbaikan kembali. Saya yang mendengar cerita (baca: keluhan) itu langsung tertawa terbahak-bahak.

Pernah lagi dia bercerita (baca: mengeluh), ada seorang rekan kerja pria di kantornya yang sepertinya sedang jatuh cinta padanya, karena perhatian yang diberikan sang arjuna ini bak orang yang sedang pendekatan dengan wanita yang disukai. Saya katakan itu belum tentu benar. Bisa saja itu hanya perasaan gede rasa semata teman saya ini. Namun ia tetap dengan pendiriannya. Lalu dengan percaya diri tingkat nasional teman saya ini mengajak si pria itu untuk berjalan-jalan dan menyatakan perasaannya pada si pria. Apa yang terjadi kemudian? Si pria terkaget-kaget dan tidak menyangka bahwa ternyata niat untuk berteman diartikan lain oleh teman saya ini. Dan kembali teman saya menahan malu karena penolakan seorang laki-laki. Kembali saya terbahak-bahak mendengar ceritanya (baca: keluhannya)

Ada lagi ia bercerita (baca: mengeluh) tentang pekerjaannya. Bahwa pekerjaannya begitu banyak, atasannya hanya mempercayai dirinya seorang dan tak mudah mencampakkan kepercayaan besar itu kepada orang lain. Bahwa hanya dirinya lah yang mampu mengerjakan pekerjaan itu, dan hampir semua orang di kantor mengharapkan kehadirannya setiap hari untuk menangani masalah-masalah pelik. Bahwa kalau ia tak masuk kantor sehari maka keadaan di kantor tersebut akan kacau balau. Dan sebagainya. Satu hal yang tak pernah ia tahu, ternyata atasannya sudah menunggu pernyataan berhenti yang akan terlontar dari mulutnya. Dan benar saja, ketika teman saya ini mengancam dengan kata berhenti maka sang atasan pun mempersilahkan dengan lapang dada. Ancaman teman saya ini ternyata menjadi bumerang. Tanpa bisa berkata banyak lagi, maka teman saya ini pun memberhentikan dirinya sendiri dari perusahaan tersebut.

Lama tak terdengar cerita (baca: keluhan) teman ini, hari ini saya kembali mendengarnya. Ternyata ia masih berkutat dengan fenomena yang sama walaupun habitatnya berbeda. Dua kali berpindah habitat namun tetap menemukan fenomena yang sama, saya menyimpulkan sepertinya memang benar ada yang salah dengan kepribadian teman saya ini.

Mendengar ceritanya (baca: keluhannya) saya lebih memilih untuk menutup telinga saja. Tak sebaiknya cerita-cerita negatif itu berputar di dalam kepala saya lalu bermetamorfosis menjadi pikiran busuk lalu mempengaruhi aura dalam tubuh saya yang saya jaga selalu terang berubah menjadi gelap. Sebaiknya saya mulai memilah-milah cerita yang layak saya rekam di memori saya.

Salam metamorfosis :)

No comments:

Post a Comment