Sunday, August 12, 2012

Cerpen 9 - Wanita Pertama

Dia, wanita pertama yang tak malu duduk di vespa butut ini. Wanita pertama yang selalu tersenyum malu-malu ketika aku menggandeng tangannya. Rona merah muda yang mewarnai pipinya saat kuperkenalkan pada sahabat-sahabatku akan terus melekat erat di seluruh selaput otakku.

Dia, wanita pertama yang kusebut calon istri di depan orang tuaku. Wanita pertama yang diterima keluarga besarku sebagai calon ibu anak-anakku. Tutur bahasanya yang lembut dan halus langsung mengikat keluarga besarku untuk langsung meminangnya.

Dia, wanita pertama yang aku percayakan mengurus rumah tangga dan keuangan keluarga. Wanita yang ingin kuajak berbagi segala hal hingga maut memisahkan kehidupan ini.

Namun ternyata cerita ini hanya keinginan diriku semata, dia hanya impian tak tergapai yang diciptakan Tuhan untukku. Cerita ini berubah 180 derajat lebih buruk dari yang pernah dibayangkan, berubah bak sinetron-sinetron picisan yang berlomba-lomba merekam adegan menciptakan ratusan episode untuk merebut rating tertinggi.

Dia, wanita pertama yang memaksaku membuang orang tuaku. Wanita yang merusak tali persaudaraan keluarga besar yang terjalin manis selama puluhan tahun. Wanita laknat yang mencoba menguasai seluruh isi rumah agar bisa menginjakku lebih rendah hingga ke dasar perut bumi.

Dia, wanita yang tak pernah kubayangkan akan menghadirkan dua malaikat kecil di rumah ini dengan ramai celotehan mereka. Wanita yang tak mampu mengurus kedua putri kami. Wanita yang hanya tahu menghamburkan kerja keras suami dengan belanjaan yang entah untuk apa gunanya. Wanita tak berguna yang harus kupanggil istri!

Dia, wanita pertama yang membuat aku muak tak tahan tinggal diam di rumah menatap wajah polosnya seakan tanpa dosa. Wanita pertama yang ingin kutinggalkan namun tak tega karena dua malaikat ini benar-benar memanah jantungku dan menahannya disana untuk memastikan aku akan selalu pulang untuk mereka.

Dia, wanita sinting nan gila yang sampai entah kapan aku sanggup bertahan dengannya.

Ah, sudahlah, malaikat-malaikat kecilku sudah menanti dirumah. Aku harus segera pulang sebelum wanita laknat itu mulai memukul si kecil karena tak tahan dengan tangisannya. Biarlah cerita ini menjadi bagian dari cerita-cerita sinetron picisan yang mengejar rating tertinggi, aku hanya ingin pulang dan memeluk malaikat-malaikatku.

No comments:

Post a Comment