Tuesday, July 26, 2011

Cerpen 2 - Cinta Tak Harus Memiliki

Sejak pertama kali melihatmu, aku langsung menyukai raut wajahmu. Tulang pipi yang kokoh, rambut ikal gondrong yang selalu dikuncir kuda nan rapi, petikan gitar, aku suka segalanya tentangmu. Tak pernah berkenalan langsung denganmu, hanya ku lihat saja dari kejauhan. Kau selalu menempel dengan Rina, teman ku semasa SMU dulu. Dari gelagatmu aku tahu kau begitu tertarik dengan Rina. Rina yang pendiam, tak banyak bicara, cantik alami, berkulit putih bersih, dengan rambut panjangnya yang terurai sebahu, membuat banyak laki-laki yang mencoba menaklukannya. Aku tahu aku tak sebanding dengan Rina, hingga cukuplah bagiku melihat saja laki-laki penakluk hati ku ini dari jauh.

Hari-hari berlalu, berganti menjadi minggu-minggu yang bergulir & berbuah bulan-bulan yang semakin mempesona ku dengan keberadaanmu. Lalu tanpa kusadari bulan-bulan mulai merajut ikatan persahabatan ku denganmu melalui benang-benang halus tak terlihat yang semakin lama semakin tebal & kuat. Persahabatan, ya... aku ingin memulai hubungan ini dengan persahabatan, dan dari persahabatan ini aku mulai mengharapkan perasaan yang lebih darimu. Apalagi ketika kau mulai memberikan sinyal-sinyal belum ada yang memiliki, sama seperti diriku yang mendamba seseorang untuk berbagi segalanya. Sinyal-sinyal yang begitu memberikan harapan berlebih bagiku, sinyal-sinyal yang membuatku melayang menyentuh langit ke-tujuh.

Berjalan di lorong panjang bersama dengan teman-teman lain, kau akan berjalan di samping ku. Mencoba mengamit tanganku dengan berbagai alasan yang kau buat, ku coba untuk mengelak agar tatapan mata-mata tajam dari perempuan-perempuan sirik di depan ku tidak menghujam ku lebih dalam. Jari-jemarimu yang panjang dan agak kasar karena sering memetik gitar, mencoba meraih jari-jariku lebih jauh. Ku coba untuk mengelak lagi, namun wajahmu yang memelas memohon bantuanku untuk melepaskan diri dari para perempuan itu membuatku tak berdaya.
"Sampe ujung lorong aja ya Al. Ga enak nih diliatin orang banyak."
"Yahh... Masa segitu doang, sampe tempat duduk lah. Biar lo duduk sebelahan sama gue, ga mau lo? he-he-he..."
"Ha-ha-ha... Ngarep banget deh lo. Gue kan masih mau beres-beres di tempat lain. Lo kan ada rapat sama yang lain di ruang sebelah."
Rangkaian kata yang membuatku melayang, bolehkah aku berharap lebih dari persahabatan denganmu? Sungguh hati ini berbunga rasanya. Tak pernah kuharapkan sebelumnya kejadian macam begini akan terjadi diantara kita.

Siang itu aku duduk sendiri di meja panjang seksi acara sembari membaca jadwal acara berikutnya & mempersiapkan bahan, kau duduk disebelahku sambil memangku gitarmu. Duduk bersender di sebelahku sambil memetik gitarmu, entah lagu apa yang kau lantunkan di sebelahku, aku sungguh tak bisa berkonsentrasi penuh dibuatmu. Sambil memetik dawai-dawai itu sesekali kau menggoda dengan celetukan-celetukan yang membuatku tertawa lepas. Jantung ku berdegup dengan kencang, seperti mau lompat keluar dari sangkarnya. Dalam hati ku berdoa agar kau tak mendengar suara detak jantung yang begitu keras mengetuk-ngetuk dada ku. Begitu ku nikmati masa-masa menyenangkan ini, hingga sesaat kemudian seseorang berteriak memanggil namamu, memberitahukan kedatangan seseorang, seseorang yang ternyata dulu pernah singgah lama di hatimu, seseorang yang tak mudah kau lupakan begitu saja keberadaannya, seseorang yang sungguh memikat hatimu.

Kau bergerak perlahan, berdiri, menitipkan gitar di samping ku, berjalan cepat menghampiri perempuan yang aku tahu begitu kau rindukan, meninggalkan ku duduk termangu sendirian. Tertunduk lemas ku kau buat, ku coba 'tuk tetap membaca jadwal acara yang tergeletak di depan mata ku, seolah ia hendak berkata, "Rasain, siapa suruh main-main sama dia terus. Kita masih ada kerjaan yang belum beres nih, buruan gue dibaca & cari bahan sana."

Ah, anak-anak peserta acara ini sudah masuk aula, aku sudah harus selesai mengatur degup jantung yang berdetak tak beraturan ini. Dari ekor mata ku lihat kau berjalan kembali ke arah ku, menghampiri gitar yang berdiri tegap di samping ku. Kau tersenyum pada ku sambil memberiku semangat untuk memulai acara. Andai kau tahu, betapa hati ini cemburu karena perempuan itu. Wajah ku terlanjur menunjukkan raut tak senang akan kedatangannya. Ucapan semangatmu tak ku gubris sama sekali. Ku tinggalkan kau duduk disana ditemani gitarmu, biarlah kau kebingungan dengan sikap ku, seperti aku yang kebingungan karena sikapmu tadi.

Detik-detik berlalu, menit-menit meniti waktu bergulir menjadi jam demi jam, aku mulai melupakan persoalan siang itu, terutama ketika kau mulai mengeluarkan jurus-jurus maut rayuanmu padaku. Kau petik dawai-dawai gitar itu dan mulai bernyanyi-nyanyi bersama yang lainnya, namun matamu seolah menggodaku dari jarak jauh. Tak kuasa akhirnya aku tertawa lepas bersama yang lainnya. Sungguh ku tak bisa berlama-lama melepaskan mata ini dari dirimu. Ingin rasanya aku berlari menghampirimu dan langsung memelukmu seraya berteriak lantang ke seantero dunia menyatakan bahwa kau milikku, namun aku masih sadar, kau belum menjadi milikku, milikku seutuhnya.

Lepas dari acara itu berulang kali kau mengajakku pergi dengan Rano sebagai teman jalan kita, Rano yang menjadi saksi bagaimana perjalanan "persahabatan" kita yang teramat panjang dan menyenangkan ini. Kita bertiga akan "nongkrong bareng" di Taman Suropati, menikmati malam-malam hanya dengan nasi goreng gila & teh botol. Bertiga kita tertawa bersama, membahas berbagai hal di sekitar kita. Atau masih ingat kah kau ketika kita bertiga pergi tengah malam makan roti bakar di dekat rumah ku? Semakin tertanam kuat di dalam diriku, kau memiliki perasaan yang sama persis denganku, aku kembali melayang mengitari langit, seorang Superman pun akan kalah cepat denganku untuk terbang ke langit itu.

Lalu suatu berita menghantam ku dengan keras, seorang teman memberitahukan ku, kau sudah memiliki seorang yang istimewa di hatimu. Seseorang yang sudah sangat mengerti dirimu. Seseorang yang sudah selama 2 tahun ini menemanimu di kampus setiap siang. Seseorang yang tak kan mungkin aku saingi. Suatu kenyataan yang membuat ku begitu bingung. Bingung akan setiap tingkah laku mu kepadaku. Bingung akan ketidakjelasan pengharapan ini. Bingung akan keberadaanmu yang begitu kuat terpatri di dalam kepala ku. Bingung aku sejadi-jadinya. Langsung ku teringat pada Rano. Ku cari tahu semua hal itu dari Rano, kutanyakan sejelas-jelasnya dari dirinya, sebagai seorang sahabat tak mungkin Rano tak tahu sama sekali mengenai seseorang istimewa di hatimu itu. Rano pasti tahu hal ini, hanya saja Rano tak ingin memberi tahuku secara tersurat, sepertinya ia tahu betul perasaan ku pada mu.

Aku yang tahu tak kan mungkin bagi ku 'tuk menyaingi perempuan istimewa itu memilih 'tuk menghindar, & menjadikan diri mu tak lebih dari seorang sahabat baik bagiku. Aku mulai menutup pintu hati ini dari dirimu, walaupun perlakuan ku pada mu tak berubah, masih seperti ketika belum ku ketahui mengenai seseorang istimewa itu. Tak mudah bagiku untuk melupakanmu begitu saja, namun prinsip hidup ku harus kutepati, aku tak kan ingin menggangu milik orang lain sama seperti halnya aku tak ingin milikku diganggu oleh orang lain. Aku ingin mulai membuka pintu hati ini untuk seorang istimewa lainnya. Cukup bagiku untuk merasakan bahagianya bersenda gurau bersama dirimu, seorang yang sangat berarti bagiku di masa lalu & akan terus berarti di masa depan.

No comments:

Post a Comment