Friday, August 19, 2011

Kita Berhasil !!

Seorang sahabat pernah bertanya pada saya, "Tujuan lo ngerubah pola makan lo apaan sih?". Sebentar saya terdiam, mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya. Namun tampaknya apa yang saya ucapkan saat itu belum bisa mewakili apa yang ada di dalam hati saya. Seandainya saja sahabat saya itu saat ini membaca tulisan ini, tulisan sederhana yang bisa saya ungkapkan dengan lebih lugas perasaan saya sebenarnya. 

Saya sudah menikah kurang lebih 4 tahun. Saya amat menikmati perjalanan hari-hari kebersamaan saya bersama sahabat tak terpisahkan saya, walaupun tanpa seorang anak kecil yang mengiringi perjalanan itu. Saya tidak pernah berpikir banyak untuk memiliki seorang anak, hingga orang-orang di sekitar yang mulai meributkan dan bertanya-tanya segala hal soal anak. Awalnya tak satu pun pertanyaan itu yang mengganggu kehidupan saya dan suami, tapi lama kelamaan ratusan pertanyaan itu mulai mengganggu pikiran dan menguras energi serta kantong karena saya mulai mencari-cari dokter kandungan untuk meluluskan permintaan berlebihan dari mereka.

Sampai kemudian di satu titik saya mulai kehabisan kesabaran akan cobaan Sang Pemberi ini, saya mulai menyalahkan semua orang yang ada di sekitar saya termasuk suami. Saya menyalahkan karena ketidakberdayaannya dalam menangani masalah ini dan meredam semua omongan orang-orang di sekitar kami. Saya menyalahkan karena dia yang bermasalah, sedangkan saya tidak. Saya menyalahkannya atas segala hal yang terjadi. Menangis berpelukan dengan guling di dalam selimut saat malam hari menjadi kesenangan saya saat itu. Sampai kemudian saya bertemu seorang sahabat lain yang tinggal di negara yang amat jauh dari keluarga, dan ia begitu menikmati perjalanan kehidupannya yang hanya berdua dengan suami. 

Saya mulai berkaca, saya bertanya-tanya dalam hati saya, apa saja yang sudah saya lakukan untuk memiliki seorang anak? Jawabannya adalah, tidak ada! Saya hanya sibuk menyalahkan suami atas ketidaksanggupannya menyelesaikan masalah ini, namun saya tidak pernah mau melihatnya yang berupaya lebih keras dari saya untuk mewujudkan keinginan egois saya, memiliki seorang anak. Ia berusaha meminum semua vitamin dan supplement yang saya suguhkan di atas meja. Ia telan semua itu tanpa pernah bertanya apa saya sudah meminum semua vitamin serta supplement itu juga. Ia hanya tak ingin melihat saya meringkuk di dalam selimut bertemankan guling sambil menangis sejadi-jadinya tanpa mau mendengarkan saran-sarannya. Ia hanya ingin melihat saya tersenyum dan bahkan tertawa terbahak-bahak melihat kelakuannya.

Sejak saat itu lah saya lalu mulai melakukan pencarian di berbagai media, mulai dari koran, majalah, buku kesehatan, googling, konsultasi dengan dokter kandungan, sharing dengan beberapa teman, sampai akhirnya saya menemukan hal baru. Keadaan fisik dan psikis seseorang bisa berdampak positif dan negatif untuk kehamilan. Saya mulai mendeteksi tubuh saya sendiri, kekurangan apa yang ada dalam diri saya yang perlu saya minimalisir agar bisa terjadi kehamilan. Saya mendapati kenyataan bahwa dalam historikal kesehatan keluarga saya ada yang berpenyakit jantung, kolesterol tinggi, darah tinggi, dan diabetes. Semua penyakit yang bisa menghambat kehamilan, bahkan jika sudah terjadi kehamilan maka akan membahayakan ibu dan bayinya. Saya mulai mencari tahu semua hal yang berkaitan dengan 4 penyakit berbahaya tersebut, dan kesimpulannya adalah saya yang harus memulai memperbaiki pola makan saya agar saya bisa meminimalkan resiko terkena 4 penyakit penghambat kehamilan.

Saya memaksakan diri saya untuk bangun lebih pagi di hari libur untuk berolah raga, mulai mengganti makanan yang biasa saya makan, lalu Sang Petunjuk mempertemukan saya dengan seorang sahabat lama yang ternyata bekerja sebagai konsultan kesehatan. Ini dia, pikir saya saat itu, saya akan memberanikan diri saya untuk menghubunginya dan mencoba berkonsultasi dengannya. Saya ingin dengar apa pendapatnya mengenai temuan-temuan saya ini. Hingga kemudian pertanyaan di awal cerita ini terlontar darinya. 

Sekarang saya dengan berani menjawab pertanyaannya, "Karena gue teramat sangat ingin punya anak dan gue ga bisa cuma ngerengek pertanggungjawaban dari suami gue doang untuk masalah ini, gue harus memulai dari diri gue sendiri dengan cara merubah semua pola makan dan hidup gue. Setelah impian gue terwujud, gue akan dengan bangga bilang ke suami gue, KITA BERHASIL!!".




No comments:

Post a Comment